Minggu, 27 November 2011

Posted by Picasa

Kamis, 29 April 2010

mencari sesuap nasi

jkajf;alkjdf;akjdf;kaj;flajkdfjas

mencari sesuap nasi

jkajf;alkjdf;akjdf;kaj;flajkdfjas

Minggu, 17 Februari 2008

Misteri Alam Kematian



     Aku orangnya paling gemar untuk bertanya-tanya tentang alam kematian. Salah satu cara untuk membuktikan adanya alam kematian adalah dengan bertanya pada orang-orang yang pernah mengalami mati suri. Salah satu orang yang pernah mengalami kematian adalah saudara misananku sendiri.
     Namanya adalah mbak Yanti. Ia pernah mengalami kecelakaan saat diboncengkan oleh suaminya. Ketika itu, hujan rintik-rintik sehingga mengguyur jalanan yang sentengah basah. Mbak Yanti dan suaminya yang sedang mengendarai motor dengan kecepatan tinggi terpelanting. Sang suami tidak mengalami hal yang cukup berat, tetapi sebaliknya Mbak Yanti mengalami gegar otak berat.
     Kenyataan itu mengharuskan dia harus dirawat di rumah sakit hingga satu minggu lamanya. Banyak para tetangga yang berdatangan untuk menjenguk Mbak Yanti yang terbujur di rumah sakit dengan napas yang terlihat tersengal-sengal. Ketika sedang membesuk Mbak Yanti pada suatu sore, kami dikejutkan dengan datangnya seorang dokter.
     Dokter itu mengatakan pada ibu dari Mbak Yanti yang kebetulan kakak dari ibuku,”Maaf bu, kami sudah berupaya maksimal untuk menolong anak ibu. Tetapi, tampaknya sampai detik ini tidak ada tanda-tanda yang baik dengan kesehatan anak ibu.” Begitu dokter menyampaikan hal itu, sontak Bu De, demikian aku memanggil ibu dari Mbak Yanti, menangis tersedu-sedu.
     “Hanya keajaiban Tuhan saja yang bisa menolong anak ibu,” tambah sang dokter lagi yang semakin menambah kesedihan kami selaku keluarga Mbak Yanti. Setelah kecelakaan itu, Mbak Yanti tidak dapat menggerakkan anggota tubuhnya. Ia hanya bisa berbaring, matanya dinyatakan buta, kakinyapun sudah divonis lumpuh oleh dokter, dan telinganya sudah tuli lantaran gegar otak berat yang dialaminya.
     Esok harinya, kabar tentang kesehatan Mbak Yanti yang kian memburuk sudah tersebar di telinga para tetangga. Dan mereka berduyun-duyun datang ke rumah sakit untuk membaca surat Yasin. Setiap tetangga yang datang membezuk senantiasa membacakan surat Yasin.
Ketika beberapa saat setelah surat Yasin dibaca, tiba-tiba Mbak Yanti mengucapkan kata-kata yang nyaris tidak terdengar. “Bu....Yanti tolong belikan es blewah,” katanya pada Bu De.      Mendengar kata-kata tersebut, Bu De seperti mengalami dilema. Di sisi lain, Bu De beranggapan bahwa Mbak Yanti masih dalam kondisi sakit dan dilarang dokter minum es. Tetapi di sisi lainnya, Bu De juga beranggapan bahwa apakah ini permintaan terakhir dari anak yang dicintainya?
     Di tengah dilema tersebut, Bu De sontak beranggapan bahwa permintaan itu merupakan permintaan terakhir anaknya. Ia langsung berlari keluar rumah sakit hanya untuk membelikan es blewah permintaan dari Mbak Yanti. Setelah es blewah didapatkan, es yang masih dibungkus plastik itu dituangkan di gelas. Bu De berusaha memasukkan es blewah tersebut ke mulut Mbak Yanti yang terkapar dengan sendok.
     Satu teguk sendok ditelan Mbak Yanti, dua teguk dan akhirnya tiga teguk sendok masuk ke mulutnya. Keajaiban pun terjadi. Mbak Yanti yang sudah divonis buta, lumpuh dan tuli itu langsung berdiri dan sembuh seketika layaknya tidak pernah terjadi apa-apa.

Kesaksian Mbak Yanti
     Ketika aku tanyakan hal itu pada Mbak Yanti yang sehat hingga saat ini, dia mengatakan, disaat kritis itu dirinya bermimpi berjalan di tengah alang-alang yang tingginya setinggi manusia. Dengan susah payah ia menyibakkan alang-alang tersebut dan akhirnya ia bertemu dengan seorang laki-laki yang berusia lanjut.
     “Nak....kamu belum saatnya untuk dipanggil. Kalau kamu mau sembuh, kamu minum saja es blewah,” ucap Mbak Yanti menirukan kata-kata orangtua itu.
     “Tapi anehnya, bahasa yang dia pergunakan bukanlah bahasa Indonesia ataupun Arab. Saya tidak tahu bahasa apa yang digunakannya. Tapi yang jelas, saya tahu artinya, bahkan saya juga bisa bercakap-cakap dengan orangtua itu,” kata Mbak Yanti. Mungkin itulah yang disebut rahmat dan anugerah dari Tuhan pada manusia. Dan alhasil, hingga kini Mbak Yanti hidup sehat walafiat.

Jumat, 15 Februari 2008

Keanehan di Parangtritis

Cerita ini benar-benar nyata. Kisahnya terjadi pada tahun 1987 ketika aku lulus dari SMA negeri VI Surabaya. Saat itu aku dipilih oleh teman-teman satu kelas untuk menjadi Ketua Panitia perpisahan kelas.
Aku berprinsip bahwa aku harus menjadi pemimpin yang baik untuk memimpin teman-temanku menorehkan kenangan yang tidak akan bisa terlupakan di akhir masa-masa SMA. Puncaknya, teman-teman semua sepakat untuk melaksanakan perpisahan dengan berpariwisata ke tiga tempat tujuan yakni di Kraton Jogjakarta, Parangtritis dan Tawangmangu.
Pada hari yang telah ditetapkan, kami bergembira naik bus yang sudah disewa pergi ke lokasi pariwisata tersebut dan berangkat pada malam hari. Pagi harinya, setelah melewati perjalanan yang melelahkan, sampailah kami pada tujuan wisata yang pertama yakni di Kraton Jogjakarta.
Di lokasi tersebut, kami sangat mengagumi bangunan Kraton yang sangat megah yang melambangkan kerajaan terbesar di tanah Jawa. Setelah puas berkeliling di seputar Kraton Jogjakarta, kami pun melanjutkan perjalanan ke Parangtritis.
Hari masih pagi sekitar jam 09.00 wib ketika kami sampai di lokasi tersebut. Teman-temanku berlarian kesana-kemari melampiaskan kegembiraannya. Ada yang saling berkejar-kejaran, ada yang bermain-main dengan deburan ombak, dan ada pula yang hanya takjub memandang keindahan pantai Parangtritis.
Sebagai Ketua Panitia perpisahan, pandangan mataku senantiasa menatap semua teman-teman dengan segala aktivitasnya. Tiba-tiba dari belakang ada seorang teman wanita bernama Tina menyapa.
“Hai, kamu kayaknya nggak menikmati wisata perpisahan ini?” tanyanya.
“Aku menikmati, tetapi aku harus tanggung-jawab pada teman-teman lain karena aku khan panitia,” ujarku agak setengah bercanda.
“Eh...aku dengar di Parangtritis ini sering dihubung-hubungkan dengan Nyi Roro Kidul. Apa itu benar?” tanyanya.
Aku mengiyakan. Karena memang sering aku membaca hal-hal yang berkaitan dengan Nyi Roro Kidul di Parangtritis ini.
Mendengar penjelasanku, ternyata Tina tidak percaya. “Aku nggak percaya kalau ada Nyi Roro Kidul itu,” katanya.
“Eh...jangan ngomong begitu di sini,” cegahku.
Tapi tampaknya upayaku untuk mencegahnya sia-sia. Tina tetap tidak percaya dan malah berjalan bergegas mendekati pantai.
Setelah berada di bibir pantai, Tina sontak berteriak,” Hei.....Nyi Roro Kidul, katanya kamu ada. Aku nggak percayaaa....kalau kamu adaaaa....Tunjukkan wujudmu.” Setelah meneriakkan kata-kata itu, wajah Tina menampakkan rasa puas. Aku yang sontak mendengar Tina berteriak-teriak seperti itu, langsung mendekatinya dan mencegahnya untuk berteriak-teriak lagi.
Tapi terus saja, Tina berteriak seolah menantang. Seketika ombak yang sebelumnya tidak pernah menyentuh kaki kami, tiba-tiba terlihat dari tengah mulai membesar dan bergulung-gulung. Gulungan ombak itu terus membesar menuju ke arah kami seolah-olah hendak ‘menelan’ kami.
Begitu ombak menghantam kaki kami, tiba-tiba Tina terjatuh. Dan dengan mata kepalaku sendiri aku melihat ombak-ombak yang menghantam kaki Tina seolah berubah bak tali yang menarik kaki temanku itu. Sontak Tina langsung berteriak-teriak minta tolong karena terseret ke tengah laut.
Sebagai Ketua Panitia aku langsung melompat memegang tangan Tina. Dan wajah Tina terlihat pucat pasi memandang ke arahku sementara tubuhnya terus terseret dan aku berusaha untuk memegangi tangannya.
“Ayo minta ampun sama Tuhan dan Nyi Roro Kidul,” kataku berteriak di tengah deburan ombak yang terus menghantam deras.
“Ampun Nyi Roro Kidul.....Ampuuuuuunnnn...,” ujarnya setengah terputus-putus.
Dan begitu kata-kata itu terucap dari bibir Tina, sontak air yang menyerupai tali yang mengikat kakinya itu berubah kembali dan kembali menuju tengah laut. Tak henti-hentinya aku bersyukur ke hadiran Allah yang telah melindungi kami terhindar dari marabahaya.